10 Persen Bayi Lahir dalam Kondisi Stunting pada 2024, Kunci Pencegahannya Intervensi Dini
KABARJAWA – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, sekitar 10% bayi di Indonesia lahir dalam kondisi sudah mengalami stunting.
Kondisi ini mencerminkan masalah gizi kronis yang berawal sejak masa kehamilan, bahkan sejak remaja.
Data Kemenkes
“Data kami menunjukkan bahwa sekitar 10 persen anak lahir dalam kondisi sudah stunting. Ini akibat ibu hamil mengalami kekurangan gizi dan anemia sejak masa remaja,” ungkap Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes RI, Maria Endang Sumiwi.
Ia memaparkan hal tersebut dalam acara Publikasi Data Intervensi Stunting Triwulan I, Rabu (28/5/2025) di Yogyakarta.
Endang menjelaskan, meskipun prevalensi stunting nasional turun menjadi 19,8% pada 2024 — berada di bawah ambang batas 20% — angka tersebut masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 14,2% pada 2029 dan target jangka panjang 5% pada 2045.
“Intervensi spesifik mampu mencegah stunting di setiap fase kritis, mulai dari sebelum hingga setelah kelahiran. Kami melihat ini sebagai langkah paling efektif untuk menekan angka stunting,” ujarnya.
Menurut Endang, prevalensi stunting tertinggi tercatat pada anak usia 12–23 bulan, yakni 8,4% lebih tinggi daripada usia 6–11 bulan. Penyebabnya antara lain adalah risiko infeksi dan kurangnya asupan protein hewani dalam makanan pendamping ASI.
Di sisi lain, meski tren status gizi balita menunjukkan perbaikan, angka underweight (berat badan kurang) justru mengalami peningkatan. Angka ini menjadi sinyal bahwa penanganan gizi harus lebih komprehensif, tidak hanya fokus pada stunting.
Pencegahan Stunting
Endang juga menekankan pentingnya pencegahan stunting pada usia balita. Stunting hanya diukur pada balita karena masa itu sangat menentukan pertumbuhan otak dan tubuh anak secara permanen. Pencegahan jauh lebih efektif dibanding pengobatan stunting.
Senada dengan itu, Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kemenkes RI, Lovely Daisy, menyatakan bahwa Kemenkes mendorong implementasi 11 intervensi spesifik yang wajib dilakukan pemerintah daerah.
“Program intervensi ini mencakup skrining anemia, konsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dengan kekurangan energi kronis, serta pemantauan tumbuh kembang balita,” paparnya.
Program lainnya mencakup pemberian ASI eksklusif, MPASI kaya protein hewani, penanganan balita dengan masalah gizi, peningkatan cakupan imunisasi, serta edukasi untuk remaja, ibu hamil, dan keluarga.
Lovely mengakui, sebagian program sudah berjalan sesuai rencana, namun beberapa masih butuh percepatan. Ia berharap adanya dukungan lintas sektor untuk memperkuat efektivitas intervensi.
“Kita tidak bisa berjalan sendiri. Sinergi antar sektor menjadi tantangan sekaligus kunci keberhasilan dalam percepatan penurunan stunting secara nasional,” ujarnya.
Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, turut mengikuti agenda ini secara daring dari Kompleks Kepatihan Yogyakarta.
Beliau menyimak arahan Kemenkes terkait upaya percepatan penanganan stunting dan menyatakan komitmennya mendukung intervensi di tingkat daerah. (ef linangkung)
Lifestyle
Berita Olahraga
Anime Batch
News
Pelajaran Sekolah
Berita Terkini
Berita Terkini